Senin, 17 Maret 2014

Tugas Sejarah | G30 S/PKI



Tugas Sejarah

Nama   : Salsabila
Kelas   : IX B

Peristiwa  G30 S/PKI

1)      Latar Belakang

Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya,pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis. Beruntunglah pada saat itu Muso dan Amir Syarifuddin berhasil ditangkap dan kemudian ditembak mati sehingga pergerakan PKI dapat dikendalikan.
Namun ,melalui demokrasi terpimpin kiprah PKI kembali bersinar. Terlebih dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom(Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Bahkan, Presiden Soekarno mengangap aliansinya dengan PKI menguntungkan sehingga PKI ditempatkan pada barisan terdepan dalam demokrasi terpimpin.
Sebenarnya pada saat itu keburukan PKI sudah akan terbongkar dengan ditemukannya dokumen-dokumen perjuangan PKI yang berjudul ”Resume Program dan Kegiatan PKI Dewasa ini”. Dalam dokumen tersebut Nampak jelas disebutkan bahwa PKI akan melancarkan perebutan kekuasaan. Akan tetapi Ir.Soekarno tidak mempercayai hal itu dan tetap mendukung PKI. Hal ini tentu membuat PKI merasa percaya diri dan merasa terbang di atas angin.
2)      Jalan Pemberontakan

Kamis, tanggal 30 September 1965 PKI telah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk melancarkan serangan-serangan. Persaiapan itu dipimpin oleh Kolonel Untung Sutopo,dan dihadiri oleh Latief Suyono,Supono,Suradi,Sukisno,Kuncoro,Dul Arif,Syam dan Dono.
Malam harinya, Aidit mengarahkan seluruh operasi dan menyiapkan penyelesaian politik/penggantian kekuasaan setelah pembersihan para Jenderal dilakukan.
Sesuai dengan strategi dan rencana yang telah ditetapkan,pasukan pendukung G-30-S-PKI dibagi dalam tiga kelompok tugas, yaitu sebagai berikut;
1).Komando Penculikan dan Penyergapan dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arif
2).Komando Penguasaan Kota dipimpin oleh Kapten Suradi
3).Komando Basis dipimpin oleh Mayor(udara) Gatot Sukresno
Komando penculikan dan penyergapan menggunakan nama samara Pasopati,komando penguasaan kota memakai nama samara Bima Sakti,dan komando Basis memakai nama samara Gatot kaca.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari,pasukan G-30-S-PKI mulai bergerak dari lubang buaya dan menyebar ke segenap penjuru Jakarta. Pasukan Pasopati berhasil melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira TNI-AD yang menjadi target operasi. Enam Jenderal yang menjadi korban keganasan G-30-S-PKI ialah sebagai berikut;
1.      Letnan Jenderal Ahmad Yani
2.      Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo
3.      Mayjen R.Suprapto
4.      Mayjen Siswono Parman
5.      Brigjen Donald Izacus Panjaitan
6.      Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan. Akan tetapi, putrinya Ade Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya meninggal di rumah sakit.
Sungguh hal ini merupakan perbuatan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Anak yang masih kecil dan tidak tahu duduk permasalahannya pun ikut menjadi korban. Ajudan Nasution,Letnan Satu Pierre Andries Tedean ikut menjadi sasaran penculikan karena wajahnya mirip dengan Jenderal Nasution. Ketika itu juga tertembak Brigadir Polisi Karel Stasuit Tubun,pengawal rumah Waperdam II Dr.J.Leimena yang rumahnya berdampingan dengan rumah Nasution.
Lolosnya Nasution, membuat Aidit dan koleganya cemas karena akan menimbulkan masalah besar. Untuk itu,Suparjo menyarankan agar operasi dilakukan sekali lagi.
Saat berada di istana, Suparjo melihat bahwa niliter di kota dalam keadaan bingung. Akan tetapi, para pemimpin gerakan pada saat itu tidak melakukan apa-apa. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehancuran operasi mereka.
Terbunuhnya kepala staff  TNI-AD dan beberapa perwira lainnya mengakibatkan kekosongan kepemimpinan dalam tubuh TNI-AD. Kemudian Mayjen Soeharto sebagai panglima Kostrad mengambil alih pimpinan sementara.
Tindakan yang pertama  dilakukannya adalah mengadakan koordinasi dengan pasukan-pasukan yang berada di Jakarta melalui panglima-panglimanya masing-masing. Kemudian langkah berikutnya Soeharto memerintahkan Kolonel Sarwo Edi Wibowo untuk segera merebut kembali RRI dan kantor Pusat Telekomunikasi yang sebelumnya dikuasai oleh PKI. Setelah berhasil merebut RRI, Mayor Jenderal Soeharto menyampaikan pengumuman yang intinya adalah memberitahukan bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi  tindak penghianatan oleh pelaku G-30-S-PKI dan telah terjadi penculikan beberapa perwira tertinggi.


3)      Penumpasan  G30 S/PKI

Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.
Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.
Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.

Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar